Snack's 1967



Online: 1 Visitor
PERISTIWA SAKA TENGGELAM
Riwayat tahun 80 masehi bahwa ketika Aji Saka masuk kesuatu desa Saka yg sedang berpesta ria seakan-akan tidak akan mati lagi. Dalam penyamarannya, pada setiap org Beliau meminta tolong memasakan jamur untuk gulai makannya. Setiap org yg ditemuinya tidak bersedia memberi pertolongan sehingga beliau pergi dari desa dan di tepi desa ditemui disana sebuah Pondok yg ada penghuninya, kepada penghuni pondok tersebut beliau meminta supaya jamur tersebut dimasak, dgn rela org itu memberikan pertolongan karena kasihan terhadap sesama manusia. Si penghuni memasakannya serta menghidangkanya makanan lain kepada beliau. Setelah makan beliau meminta pada si penghuni tersebut, supaya memanggil sanak familinya yg ada dipesta itu dan segera di suruh menyingkir dari desa tersebut.
Setelah penyingkiran itu, maka tiba2 naiklah air bah entah dari mana datangnya sehingga orang-orang dalam pesta yg dalam keadaan panik tenggelam dalam bersama desanya. Sejak saat itu desa tersebut dinamai orang-orang "Saka tenggelam" yg ada disekitar sumur pusaka(Sumur Putri). Peristiwa Saka Tenggelam oleh Aji Saka (Si Pahit Lidah) yg dalam penyamarannya untuk menghukum masyarakat di pusat kerajaan Saka, karena menghianati hukum kebenaran (Falsafah Jaya Sempurna) akibat di pengaruhi kembali orang2 Hindi (Agama Hindu) yg belum lari (Melayu) ke Nusa Kendeng. Setelah melalui pengetesan yg tujuannya untuk mencoba, maka hukuman di laksanakan, setelah menyelamatkan Kasih Jaya menjadi cikal bakal Raja Negeri Sriwijaya (kerajaan kecil) di Siguntang atas restu dari Aji Saka (Si Pahit Lidah). Kasih Jaya telah mengabadikan nama Saka sebagai nama sungai Komering sekarang yg telah di ubah Sultan Palembang. Kemudian hari lebih kurang tahun 700 masehi Negeri Sriwijaya dikuasai oleh orang Jawa (Menantu) ?, dan selanjutnya Negeri Sriwijaya menjadi kedatuan Sriwijaya yg tetap berkebudayaan Budha (bukan Hindu). Suku Abung adalah rakyat di tempat lain setelah peristiwa Saka Tenggelam. Suku Abung berasal dari nama pada waktu air naik mengabung-abung menenggelamkan para penghianat. Nama Danau Ranau tempat bersemayamnya Naga Sakti/Nabi Khaidir As (Aji Saka/Sang Hiang Rakian Sakti) berasal dari nama Hanau (enau) dimana di bawahnya pernah tempat pertarungan Aji Saka (Si Pahit Lidah) dan Prabu Niska (Si Mata Empat). Nabi Muhammad S.A.W pernah berkata bahwa "carilah ilmu sampai kenegeri cina". Jelaslah beliau mengetahui bahwa manusia senantiasa hidup dalam pertentangan ilmu (hukum/politik) sampai hari kiamat yg mana pertentangan itu di dorong oleh rasa sentimen /egois /agama/ golongan/bangsa dan sebagainya. Dalam arti (tapsiran) dari kalimat di atas memberi peringatan untuk dijadikan pedoman umat Islam/manusia dimasa yg akan datang atau masa yg telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai pertanda bahwa akan terjadi sesuatu pada masa selanjutnya termasuk bangsa Cina bukan Islam atau kebudayaan Islam, jadi maksud anjuran Nabi Muhammad S.A.W tersebut, supaya menyelami kebudayaan cina.
Dalam kebudayaan cina dikenal dengan salah satu segi kebudayaan bahwa bangsa itu telah berabad-abad menjunjung tinggi Naga Sakti sebagai juru selamat. Jadi anjuran Nabi tersebut untuk menyelami, menyelidiki dan menyelusuri sejarah Naga Sakti itu. Pertanyaan itu telah terjawab sekarang tepat waktunya (situasi dunia), jawabnya bahwa sejarah Naga Sakti diselusuri dan pernah menunjuk kearah Nusantara (kerajaan Saka) yg mana Aji Saka adalah penjelmaan dari Naga Sakti/Nabi Khaidir as, bersemayam di Pusaran Laut/Putaran Tasik, yg hidup sampai hari kiamat dan sewaktu-waktu menjelma sebagai Naga Sakti, mengemban tugas dari Tuhan Yang Maha Esa untuk memperingatkan manusia pada H.I.K (Falsafah Jaya Sempurna) untuk manusia hidup bermasyarakat yg mana penurunan kembali hukum itu tidak dengan etiket agama - agama, golongan, bangsa, negara dan sebagainya, semata-mata beretiketkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Lebih tepat dikatakan panah Nabi Muhammad S.A.W telah menemui sasarannya, yakni tempat Naga Sakti /Nabi Khaidir as, atau tempat hukum di tenggelamkan (disimpan) untuk kembali masa yg datang. Ramalan bahwa dari keturunan Ken Dedes akan timbul dikemudian harinya Raja2 Hukum, maksudnya penguasa atau pembina hukum kebenaran atau di istilahkan orang hindu "gung binatara bau denda nyakrawati" (pemelihara hukum dan penguasa dunia). Jadi dalam kalangan kaum falsafah /peramal dizaman itu telah berpendapat bahwa agama hindu (hukum kastaisma) bukan hukum yg benar. Inilah unsur utama dimaksud ramalan itu atau hukum kebenaran pasti akan timbul. Ramalan Prabu Jayabaya prihal Nusantara (jawa) akan bersatu di bawah kuasa Jepang hanya seumur jagung, hakekatnya kesatuan itu menunjukkan bahwa Nusantara adalah wilayah kuasa Naga Sakti/Nabi Khaidir As, dimana beliau menurunkan hukum untuk sepanjang zaman yg mana di pandang dari segi keTuhanan hukum itu berlambangkan matahari. Karena ini pulalah Bangsa Jepang menganggap mereka keturunan Dewa Matahari.
Akan adanya Perang Bharata Yuda dan lain-lain, dalam perang Bharata Yuda ini jelaslah mengenai hukum /politik. Apa yg tersirat dalam perang bharata yuda ini adalah, bahwa musuh entah dimana tapi, ada akibatnya dalam perang itu tak tentu kawan dan lawan akhirnya sama2 hancur. Kalau dipandang dari sudut luar negeri dalam perang itu (perang dunia 2) tidak kenal lawan dan kawan dalam arti kata musuh dapat dijadikan kawan, sebaliknya kawan bisa menjadi lawan. Situasi inilah yg di maksud oleh ramalan John Orwell tahun 1984 untuk situasi dunia tahun 1984 dan seterusnya. Kesimpulan manusia sekarang ini tak ada pegangan hukum yg benar lagi, setidaknya ragu2 mempertahankan sesuatu hukum yg benar karena pengaruh kaum zalim.
Kemudian harinya AjI Saka menjelma/menitis kembali dimana beliau dahulu mengadakan Sumpah Majapahit, yakni sebagai putra Hiang Wekas Ing Suha (Hiang Jagad Prabu) dgn nama kecil SANTHY seakan-akan Budha /Hiang padahal keluarga prabu adalah keluarga Hindu.
Sebagaimana diketahui bahwa agama Budha/Hiang lebih banyak menjurus keajaran Kasih Sayang daripada agama hindu yg kastaisme. Sampai sekarang jiwa kastaisme (kejiwaan Jawa) masih meresap dalam masyarakat dan pemerintahan Yogyakarta dan Kepakuan Alaman Solo. Keluarga Hiang Wekas Ing Suha di diskreditkan oleh Prabu Wikrama Wardhana seakan-akan beliau sudah wafat,
padahal yg sebenarnya wafat adalah adiknya Suhita Putra Wikra Wardhana dari selir.